
Kecintaan Dian pada dunia tarik suara sudah terlihat sejak dini. Pada usia yang masih sangat belia, empat tahun, Dian sudah mulai menunjukkan bakat dan minatnya untuk bernyanyi. Namun, arah musiknya kemudian mengerucut pada keroncong, sebuah pilihan yang tidak terlepas dari peran sentral sang ibu.
Ibunda Dian, Yuli Wahyu adalah seorang penyanyi keroncong yang aktif berkiprah melalui grup keroncong lokal, New Pesona, di Kabupaten Jember. Setiap lantunan vokal sang ibu di atas panggung seolah menjadi panggilan bagi Dian. Lingkungan musik yang kental dengan cengkok khas keroncong inilah yang secara alami menumbuhkan benih-benih kecintaan Dian pada musik keroncong.
“Musik keroncong itu sudah seperti bahasa kedua di rumah,” ujar Dian, yang kini dikenal dengan suara merdunya yang khas. “Melihat ibu menyanyi, bagaimana beliau menghayati setiap lirik dan nada, itu yang membuat saya jatuh cinta. Beliau adalah inspirasi terbesar saya.”
Keputusan Dian untuk serius menggeluti keroncong tak hanya menjadi pilihan karier, tetapi juga sebuah bentuk estafet budaya. Di tengah gempuran musik modern, sosok-sosok muda seperti Dian Nabilah Yuga Pratiwi menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa pesona keroncong, dengan keunikan dan keindahan melodinya, tetap hidup dan relevan.
Melalui penampilannya, Dian tidak hanya membawakan lagu-lagu keroncong lawas, tetapi juga berupaya menjembatani generasi, membuktikan bahwa keroncong bisa dinikmati oleh khalayak yang lebih luas. Kini, Dian menjadi salah satu harapan baru bagi regenerasi musik keroncong di Jember, melanjutkan warisan merdu yang telah diperkenalkan oleh ibunya, Yuli, melalui grup New Pesona.
Kisah Dian adalah bukti bahwa cinta sejati pada seni dapat diwariskan. Dari panggung lokal di Jember, Dian Nabilah Yuga Pratiwi siap melangkah lebih jauh, membawa melodi keroncong ke hati para pendengar di mana pun.
Yuli, ibunda sekaligus gurunya Dian menuturkan lagu yang menyanyikan meang dipilih disesuaikan suara Dian. “Dian lebih sering kepada lagu jenre pop, lagu-lagu Deny Caknan diiringi musik keroncong,” ujar Yuli.
Hal itu dimaksudkan agar lagu yang dinyayikan tidak harus lagu keroncong asli tetapi bisa semua jenis lagu diiringi musik keroncong dan asyik. “Tetapi memang, Dian juga masih belajar dan belajar lagu keroncong asli,” ujarnya.
Dia menjelaskan, saat Dian masih SD sering membawakan lagu Demi Waktu (Ungu), SMP A Thousand Years dan saat SMA lagu Bengawan Solo. “Di lagu Bengawan Solo ini mulai saya ajari cengkok keroncong, untuk penilaian ujian di SMA. Alhamdulillah sekarang Dian sudah lancer banyak lagu keroncong,” ujarnya. (wahyu)