SEKARKIJNG.BANYUWANGI – Dari ujung timur Pulau Jawa, angin dialog global tentang keadilan kembali bertiup. Fakultas Hukum Universitas Jember (UNEJ), bekerja sama dengan The Centre for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM2) dan Universitas Islam Cordoba Banyuwangi, menggelar satu sesi dari rangkaian kursus internasional bertajuk “Course on Access to Justice” 31 Juli 2025. CHRM 2 adalah sebuah ruang belajar yang menyatukan teori, pengalaman lapangan, serta semangat kemanusiaan lintas batas.
Dialog dihadiri 35 akademisi dari delapan negara, yakni Indonesia, Amerika Serikat, Filipina, Vietnam, Sri Lanka, Singapura, Pakistan, dan India. Hadir pula KH. Thoha Muntaha Abdul Manan (pengasuh Ponpes Minhajut Thullab Krikilan) dan KH. Achmad Wahyudi (Pengasuh Ponpes Adz-Dzikra Banyuwangi) sebagai keynote speaker. Rektor UI Cordoba Prof Agus Trihartono SSos, MA, PhD dan Ketua Senat UI Cordoba Banyuwangi, KH Rohmatullah Dimyati ikut hadir.
Kursus Internasional “Access to Justice” ini tidak sekadar menghadirkan diskusi akademik di dalam kelas, tetapi juga membuka jalan menuju kehidupan nyata: peserta diajak menyusuri denyut kehidupan di komunitas-komunitas Jember, Lumajang, hingga Banyuwangi. Di sana, mereka menyaksikan sendiri bagaimana nilai-nilai keadilan dihidupkan dalam keseharian masyarakat, termasuk di lingkungan pondok pesantren dan kelompok sosial yang kerap berada di pinggiran wacana hukum formal.
Menurut Prof Agus Trihartoni, tujuan kegiatan ini adalah untuk memberi pelajaran peserta dari lur negeri bagaimana keadilan dipahami oleh Indonesia. “Agar peserta dari negara Barat memahami keadilan khususnya masyarakat Islam di Indonesia,” ungkap Prof Agus Trihartono, Rektor UI Cordoba Banyuwangi .
Pada sesi ini, hadir Kyai Haji Taha Muntaha dari Pondok Pesantren Minhajut Thullab Banyuwangi, sebagai narasumber utama, membawakan tema yang sangat relevan: “Peran Islam dalam Sistem Pemerintahan Indonesia dalam Menegakkan Keadilan bagi Manusia, Terutama bagi Kelompok Minoritas dan Rentan.”
Tema ini akan membentangkan ruang kontemplasi tentang bagaimana nilai-nilai Islam, dalam konteks kenegaraan Indonesia yang demokratis dan plural, dapat menghadirkan keadilan yang substantif—tidak hanya bagi mayoritas, tetapi juga bagi kelompok-kelompok yang kerap terpinggirkan: penyandang disabilitas, perempuan, serta kelompok sosial keagamaan lain yang menghadapi stigma atau eksklusi sosial.
Kegiatan ini juga menjadi momen silaturahmi intelektual, di mana para pimpinan perguruan tinggi Islam dari wilayah Tapal Kuda turut diundang untuk memperkaya dialog. Kehadiran mereka mampu menautkan nilai-nilai lokal dengan wacana global mengenai keadilan, toleransi, dan hak asasi manusia.
Seluruh sesi disampaikan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, sebagai upaya konkret menjadikan Banyuwangi bukan sekadar tuan rumah, melainkan simpul pertemuan antara nilai-nilai global dan kearifan lokal.
Dalam arus dunia yang bergerak cepat, kegiatan ini mengingatkan kita bahwa keadilan tidak hanya hidup di ruang-ruang sidang atau dalam lembaran peraturan. Ia tumbuh dari akar kehidupan masyarakat—dari suara-suara yang kerap luput didengar. Dan Banyuwangi, dengan segala keberagamannya, hari ini memanggil dunia untuk mendengar.
Selain itu, CHRM2 juga untuk memotivasi mahasiswa UI Cordoba Banyuwangi sendiri. ‘”Agar mahasiswa dari UI Cordoba lebih percaya diri. Salah satunya UI Cordoba mendatangkan profesor dari luar negeri,” ungkapnya. (gama)