SEKARKIJANG.PURBALINGGA – Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah menjadi momentum untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, setelah satu bulan menjalani ibadah puasa Ramadhan. Salah satu cara mendekatkan diri adalah dengan bersimpuh kepada kedua orang tua (ortu). Ortu menjadi sumber kesuksesan, keberkahan dikehidupan dunia dan akhirat. Jasa orang tua tidak akan pernah bisa kita balas.
Untuk itu, lahirlah tradisi pulang kampung untuk bertemu keluarga saat Perayaan Idul Fitri. Untuk bersimpuh kepada orang tua, untuk saling maaf memaafkan dengan orang tua, saudara, tetangga dan orang lain. Itu disampaikan Gus Basir khotib sholat Idul Fitri 1445 H di masjid Al Ikhlas Dusun Karangmangu Desa Adiarsa Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga, Rabu, 10 April 2024.
Menurut Gus Basir Idul Fitri adalah Hari Kemenangan.”Takbir, tasbih dan tahmid berkumandang saat Hari Raya Idul Fitri,” tutur Gus Basir. Setelah satu bulan penuh menjalankan puasa Ramadan 1445 H, umat Islam merayakan Hari Kemenangan dengan takbiran semalam suntuk. Selain itu, kembali dilestarikan tradisi mudik pulang kampung.
“Dalam catatan sejarah diketahui bahwa kaum muslimin merayakan Hari Kemenangan sejak tahun ke-2 hijriyah. Saat itu kaum muslimin merayakan Hari Kemenangan, yaitu merayakan Idul Fitri dan merayakan Kemenangan Perang Badar,” ujarnya. Hari itu menjadi momentum umat Islam merayakan Idul Fitri dengan meriah dan bertahan sampai hari ini.
Di Indonesia, Lebaran berasal dari kata Lebar yang artinya selesai. “Lebaran yang jatuh pada 1 Syawal, setelah selesai menjalankan kewajiban berpuasa 1 bulan. Sebagai wujud syukur menyampaikan doa taqabballahu minna wa minkum taqaball ya karim. Minal aidin walfaizin,” ungkapnya.
Menurut dia, kebahagiaan kembali suci pada Hari Raya Idul Fitri tidak lengkap jika tidak dirasakan bersama keluarga. Karena itulah, lahirkan tradisi mudik di Indonesia yang masih bertahan sampai saat ini. Ribuan, bahkan jutaan umat Islam di Indonesia mudik, pulang ke kampung halaman.
“Tradisi mudik berisi akan kerinduan untuk kembali ke tanah leluhur, berkumpul kembali bersama keluarga, bersimpuh kepada orang tua. Mudik itu tidak sekedar pulang kampung saja,” ujarnya.
Jarak yang jauh, macetnya perjalanan, biaya yang tidak sedikit tidak menghalangi rasa kangen kepada tanah kelahirannya. “Teknologi yang super canggih saat ini belum mampu mengobati rasa kerinduan untuk pulang kampung ke tanah air, bertemu keluarga, bertemu teman masa kecil,” ujarnya.
Bahkan Nabi Muhammad juga pernah menyampaikan rasa kerinduannya kepada tanah kelahirannya di Mekah saat hijrah. “Alangkah indahnya dirimu, Mekah. Seandainya penduduk Mekah tidak mengusirku, aku akan tetap tinggal di sini (Mekah, red),” ujar Gus Basir membacakan hadist Nabi Muhammad.
“Hakikat mudik adalah kembali ke kepangkuan orang tua. Sosok pahlawan kesuksesan kita. Jangan sombong akan kesuksesan kita saat ini, semua itu tidak lepas dari orang tua. Orang tua adalah sosok yang harus kita cintai, kita hormati. Keridhoan Allah tergantung keridhoan orang tua karena jasa orang tua tidak akan pernah bisa kita balas,” pungkasnya. (wahyu)