SEKARKIJANG.JEMBER – Praktis culas memasukkan pegawai non ASN hingga masuk database Badan kepagawain Nasional (BKN) bisa sangat merugikan pegawai honorer resmi yang sudah puluhan tahun mengabdi. Pasalnya, kuota dari BKN sangat terbatas. Sehingga pegawai non ASN “siluman” tersebut harus menggusur tenaga non ASN yang lama dan telah lama mengabdi di lingkungan Pemkab Jember.
Praktik ini ada setelah Bupati Hendy dilantik resmi. Setelah itu sepertinya banyak pengangkatan pegawai non ASN di banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Padahal, pemerintah pusat telah melarang pemerintah daerah mengangkat tenaga honorer atau semacamnya. Larangan tersebut termaktub dalam Pasal 96 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2019. Larangan itu dipertegas lagi oleh UU Nomor 20 ahun 2023 Tentang Aparat Sipil Negara (ASN).
Ayat 1 Pasal 96 PP Nomor 49 Thaun 2019 berbunyi : pejabat pembina kepegawaian (PPK) dilarang mengangkat pegawai non PNS dan/atau non PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Ayat 2: larangan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non PNS dan/atau non PPPK. Ayat 3 : PPK atau pejabat lain yang mengangkat pegawai non PNS dan/atau non PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Peraturan perundang-undangan yang ada jelas melarang pengangkatan tenaga honorer atau semacamanya seperti pegawai non ASN oleh pemerintah daerah. Ini bukti pejabat Pemkab Jember sengaja melanggar peraturan yang berlaku,” ungkap Aep Ganda Permana, salah satu pegiat anti korupsi di Kabupaten Jember.
Dia berharap, masalah pengangkatan pegawai non ASN tersebut diusut tuntas. “Tidak hanya di lingkungan kesehatan tetapi di semua OPD harus dibongkar karena jelas-jelas menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.
Indikasi adanya pegangkatan pegawai “siluman” besar-besaran di lingkungan Pemkab Jember sejatinya sudah tercium lama. Bahkan, Government Corruption Watch (GCW) sudah melaporkan indikasi kecurangan tersebut ke aparat penegak hukum (APH) 25 Oktober 2022 agar masalah tersebut diusut. Tetapi sampai hari ini belum terlihat jelas perkembangan laporan ke APH tersebut.
Koordinator GCW Andi Sungkono kepada awak media waktu itu menyampaikan pengaduan telah melengkapi sejumlah bukti petunjuk untuk penyelidikan. “Persekongkolan jahat dalam pendataan dan pengangkatan tenaga atau pegawai non ASN sudah kami laporkan Polisi,” ucap Andi. Andi menyebut ada 2.458 dari 9.690 pegawai non ASN yang terindikasi mengandung unsur tindakan manipulatif. Meskipun, Pemkab Jember mengubah formasi pegawai non ASN menjadi 8.020 orang.
Andi menjelaskan sebanyak 2.458 pegawai non ASN telah dinyatakan BKPSDM Jember bahwa mereka per tanggal 31 Desember 2021 memiliki masa kerja 1 tahun. Mereka diangkat sejak Desember 2020 hingga Januari 2021.
Padahal, rentang waktu pengangkatan itu masih momen pelaksanaan Pilkada Jember. Waktu itu juga masuk ke masa awal transisi alias peralihan kekuasan dari Bupati Faida ke Bupati Hendy Siswanto. Selain itu, saat itu Pemkab Jember juga tidak memiliki anggaran yang dapat digunakan untuk belanja pegawai non ASN baru.
Terbaru masalah tersebut kembali mencuat menjelang lengsernya Bupati Hendy yang kalah dalam Pilkada Jember 27 November 2024 lalu. Tak heran ada pihak-pihak yang menilai masalah tersebut menjadi masalah yang diwariskan Bupati Hendy kepada Bupati terpilih Gus Fawait. Padahal, sebelumnya Bupati Hnedy telah mewariskan hutang Program J-Pasti Keren Rp 160 miliar kepada Gus Fawait dan Djoko Susanto. (wahyu)