Moch. Kosim
Sekarkijang.com – Akhir-akhir ini wisanggeni gundah gulana. Pasalnya, Bumi seribu gumuk (Jember) yang merupakan tanah kelahirannya semakin hari semakin penuh bopeng. Mungkin karena semakin udzurnya usia plus minusnya perawatan menyebabkan bumi seribu gumuk semakin terlihat tua.
Dalam lamunannya Wisanggeni teringat bagaimana penanganan konflik pasar kencong yang tak kunjung usai. Bahkan, sang prabu Jember menyodorkan pihak swasta untuk ikut nimbrung membangun pasar kencong. Sang warga pun menolak campur tangan swasta untuk membangun pasar kencong, karena bagi mereka ini hubungan yang haram.
Dialam bawah sadarnya, Wisanggeni juga sempat diwaduli paguyuban kuli perusahaan perkebunan daerah. Lagi-lagi, karena ulah sang prabu dan pembisiknya yang menyerahkan pengelolaan perkebunan daerah tersebut kepada investor swasta. Wisanggeni bergumam ”impoten” nih sang prabu, kok gak bisa menyelesaikan hubungan intimnya dengan kekasihnya yang notabene adalah rakyatnya sendiri.
Pengembaraan Wisanggeni terus berlanjut dan terantuk pada gonjang ganjing penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (Baca RT RW) bumi seribu gumuk. Jika ditelisik banyak problem yang menyebabkan penyusunan RTRW tersebut penuh riak-riak. Ditemukannya plagiasi dari draft raperda tersebut. Dan tidak selarasnya visi dan misi penataan RT RW tesebut dengan norma diatasnya maupun arah perkembangan jaman semakin membuat Wisanggeni pusing tujuh keliling.
Petualangan Wisanggeni terus berlanjut kedalam dunia mimpi. Eh, tiba tiba si Wisanggeni didatangi oleh George Birnie. Pria bule ini mengaku berasal dari belanda dan biasa dipanggil Mr. Birnie.
Birnie bercerita, dirinya sangat kesengsem dengan bumi seribu gumuk. Bukan saja karena si Rabina, wanita pribumi yang dipersuntingnya. Melainkan karena kondisi alam Jember yang subur dan sangat potensial untuk menghasilkan komoditas pertanian kualitas ekspor. Ditambah lagi banyaknya gumuk, yang konon jumlahnya di Jember merupakan terbanyak di dunia. Gumuk inilah yang secara empiris turut andil menciptakan mikroklimat (iklim mikro) yang sangat cocok untuk pengembangan tembakau.
Karena kondisi alam inilah Birnie menggagas korporasi yang diberinama Landbouw Matscapay Out Djember (LMOD). Masyarakat Jember lebih sering menyebut perusahaan ini sebagai Lambau dan eks dari perusahaan ini sampai sekarang banyak digunakan sebagai kantor pertanian.
Untuk mendukung kelancaran investasi pertanian, Birnie memiliki andil besar membangun infrastruktur kereta api (Jember-Bondowoso-Panarukan) dan pelabuhan Panarukan. Jalur inilah yang digunakan Birnie untuk mengangkut komoditas tembakau ke eropa. Berkat jasa Birnie lah masyarakat Jember menikmati berkah komoditas tembakau dan pertanian lainnya.
Namun seiring perkembangan jaman sang prabu Jember lebih tertarik mainan otomotif. Sehingga beliau pengen mendirikan pabrik motor di bumi Jember. Dan ingin menjadikan Jember sebagai kawasan industri dan pertambangan.
Masih dialam mimpinya, si Wisanggeni tersenyum kecut dengan ide sang prabu. Apa ya wes dipikir sama sang prabu dampak industrialisasi dan pertambangan bagi pacarnya (baca: rakyat) sang prabu. Mengingat secara sosiologis sebagian besar masyarakat Jember hanyalah petani kecil, buruh tani yang pendidikannya pun masih pas pasan.
Jika dipaksakan untuk pengembangan kawasan industri dan pertambangan sama saja dengan meng eksodus warganya sendiri. Masyarakat Jember akan terasing perekonomiannya dan hanya menerima kotoran dari proses industrialisasi dan pertambangan.
Yang paling penting, sosio cultural masyarakat Jember yang religius, guyub akan berubah menjadi liberal dan individualis. Bukan tidak mungkin komplek prostitusi, hiburan malam dan perjudian akan marak. Kondisi seperti ini lumrah terjadi di kawasan industri seperti Papua dan Kalimantan.
Sembari mengigau, tiba-tiba Wisanggeni ketemu dengan John Maynard Keynes sang begawan ekonomi dari eropa. Dalam perbincangan dengan Keynes, Wisanggeni diwejangi peran Pemerintah dalam mengayomi rakyatnya.
Menurut Keynes pemerintah bisa menjadi invisible hand (tangan tak terlihat) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Syaratnya sang prabu dan punakawannya harus all out memperjuangkan kesejateraan rakyatnya. Mereka harus telaten merawat rakyat, sampai ekonomi mereka betul betul mandiri. Sebagaimana yang dilakukan M. Yunus dengan konsep The Grameen Bank. Yunus tidak hanya sebatas menyalurkan kredit bagi rakyat kecil, mereka masuk lebih jauh dan berempati dengan masyarkat kecil, sehingga usaha mereka benar-benar profitable dan bankable.
Yang menarik, isu kelestarian lingkungan dan kesejahteraan social adalah sebuah keniscayaan untuk pembangunan ekonomi yang akan datang. Semua perangkat pasar internasional memasukkan komitmen perbaikan lingkungan sebagai prasarat untuk menjual produk kita ke Negara maju. Indonesia pernah diboikot Walt Disney sebagai eksportir kertas, karena mereka mensinyalir pemerintah kita abai pada pengrusakan hutan. Begitu juga kesejateraan sosial, sudah menjadi komitmen global untuk memerangi kemiskinan. Sehingga ekonomi tidak terpusat pada segelintir pemilik modal.
Diakhir pengembaraannya dalam dunia mimpinya, Wisanggeni berharap sang Prabu Jember lebih bijak dalam memerintah. Penyusunan RT RW juga memperhatikan aspek historis, Sumber Daya Alam, social masarakat dan norma pembangunan internasional. Sehingga pengembangan ekonomi Jember mengarah pada harapan egaliter memakmurkan sesama, bukan mengarah pada harapan kelompok tertentu atau sepihak. Jika kondisi ini berjalan dengan baik maka Jember akan menyongsong 2030 dengan penuh harapan dan optimis.
Tak terasa seekor nyamuk menggigit mesra pipi tembem Wisanggeni dan membuyarkan mimpi indahnya. Sambil menepuk nyamuk yang menggigit pipinya, Wisanggeni pun terbangun dan berharap Sang Prabu Jember menjadi Berkah bagi masyarakat. Semoga.
Penulis adalah ASN Pemkab Jember