SEKARKIJANG.JAKARTA – Forum Guru Besar Insan Cita secara resmi mengeluarkan pernyataan sikap terkait gelombang demo yang sedang berlangsung di berbagai wilayah di Indonesia, 31 Agustus 2025. Forum Guru Besar Insan Cita yang anggotanya merupakan Alumni HMI menegaskan bahwa pernyataan sikap ini merupakan panggilan moral dan akademik untuk menjaga keutuhan NKRI, memperkuat demokrasi, mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta memastikan kebijakan negara berpihak kepada rakyat.
Pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab akademisi dalam menjaga ketertiban dan kondusivitas bangsa. “Kami menyerukan Presiden Republik Indonesia dan DPR RI untuk segera merespons dengan langkah-langkah nyata, baik dalam bentuk Quick Win maupun Sustainable Solutions, demi mencegah kerusakan yang lebih dalam dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Prof. R. Siti Zuhro, mewakili 88 Guru Besar Alumni HMI yang tergabung dalam Forum Guru Besar Insan Cita.
Dia menjelaskam, demonstrasi yang dilakukan secara masif dan meluas sejak 25 Agustus 2025 menimbulkan benturan antara rakyat dengan aparat keamanan serta menyebabkan terjadinya kekerasan dan kerusuhan di berbagai daerah (Jakarta, Depok, Surabaya, Bandung, Medan, Cirebon, Yogyakarta, Brebes, Mataram, Makassar, Wonosobo, Denpasar dll). “Amuk massa yang berlangsung sejak tanggal 25 Agustus tersebut adalah refleksi akumulasi dan kulminasi ketidakpuasan serta kekecewaan masyarakat terhadap kinerja legislatif, eksekutif dan yudikatif,” ungkapnya.
Ke 8 solusi jangka pendek/mendesak sebagai berikut:
- Menghentikan kekerasan sekarang juga, baik yang dilakukan oleh aparat maupun demonstran, dengan penegakan hukum yang adil dan transparan. Memberikan ruang kepada rakyat untuk menyampaikan pendapat. Aparat harus bertindak serta berperilaku persuasif dan humanis kepada rakyat.
- Mereformasi Polri secara menyeluruh dan menyegerakan pergantian pimpinan Polri.
- Menata ulang kabinet agar menteri-menteri/wakil menteri yang membuat kemarahan rakyat dan tidak kompeten, serta yang integritasnya dipersoalkan publik bisa digantikan dengan yang credible dan trusted.
- Mengganti secara tetap anggota DPR yang menimbulkan kemarahan publik akibat perilaku oknum anggota DPR tersebut.
- Mempercepat pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor, baik melalui paripurna DPR maupun penerbitan Perppu.
- Mengembalikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen dan menerbitkan Perppu kembali ke UU sebelum 2019.
- Mencabut UU Ciptaker dan memperluas lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran.
- Menata ulang Makan Bergizi Gratis (MBG) agar lebih tepat sasaran dan bermanfaat. MBG diutamakan untuk siswa di daerah-daerah 3 T (tetinggal, terdepan dan terluar) dan basis stunting yang sangat membutuhkan.
Kemudian 8 Solusi Jangka Menengah :
- Presiden memimpin langsung Gerakan Pemberantasan Korupsi melalui langkah-langkah nyata dan konsisten dengan melibatkan semua elemen bangsa serta memperkuat KPK dan lembaga-lembaga penegakkan hukum dalam bidang pemberantasan korupsi.
- Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap seluruh peraturan dan undang-undang yang membebani rakyat. Mencabut peraturan dan undang-undang tersebut serta menyusun peraturan dan undang-undang baru yang lebih berpihak kepada rakyat.
- Meningkatkan kualitas institusi pengawasan (antara lain: BPK, BPKP) agar menimbulkan kepercayaan publik. Mengaplikasikan pola rekrutmen yang benar agar orang-orang yang terpilih memimpin institusi pengawasan ini memiliki integritas, kompetensi dan track record yang baik.
- Mereformasi birokrasi pemerintahan dengan membuat grand design reformasi nasional yang terukur dan pasti, serta membangun birokrasi Indonesia menjadi birokrasi kelas dunia. Tingginya ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah, perlu ditanggapi Presiden dengan memberikan solusi konkrit yaitu melakukan perbaikan di kabinet dan internal birokrasi pemerintahan yang sekarang ini sangat fragmented dan kurang efektif/efisien. Perbaikan kabinet dilakukan dengan meletakkan pucuk-pucuk pimpinan di Kementerian dan Lembaga orang-orang yang dipercaya publik sehingga mampu meningkatkan public trust.
- Pemerintah dan DPR dengan seluruh kewenangan yang ada wajib memastikan bonus demografi tidak berubah menjadi bencana demografi.
- Ketidakpercayaan publik terhadap DPR perlu perhatian khusus. Evaluasi kritis terkait fasilitas-fasilitas yang dimiliki DPR sangat diperlukan. Dalam situasi di mana efisiensi sedang digalakkan, pola hidup sederhana perlu dikedepankan, dan bukan flexing atau pamer harta kekayaan yang membuat rakyat makin pedih. Para politisi di DPR harus mampu menjaga kepatutan, kesantunan (tutur kata dan tindakan) dan kompetensinya agar mampu menjalankan fungsi representasi dengan efektif.
- Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi yang merupakan Asta Cita ke-7 Pemerintah. Selama rentang waktu 1998-2025 bangsa Indonesia melaksanakan sistem politik dan demokrasi, tapi hasilnya menunjukkan bukannya mengarah ke demokrasi dengan nilai-nilai Pancasila, melainkan condong mempraktikkan sistem demokrasi liberal. Karena itu, praktik demokrasi dan pemilu/pilkada perlu kompatibel dengan nilai-nilai Pancasila dan budaya Indonesia agar bangsa ini tidak merasa tercerabut dari akarnya.
- Presiden hendaknya mengevaluasi rencana Danantara untuk mendirikan Perguruan Tinggi. Presiden selayaknya memberikan kepercayaan penuh kepada Perguruan Tinggi yang telah ada dengan cara meningkatkan kualitas dan kemampuan Perguruan Tinggi di Indonesia agar mampu bersaing di fora internasional. (novan)