SEKARKIJANG.JEMBER – Prof Dr. Khamdan Rifa’i, SE.,M.Si yang kini masih menjabat Dekan Faultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) KHAS Jember menorehkan sejarah baru. Prof Khamdan, sapaan karibnya dikukuhkan menjadi Guru Besar bersama Prof Dr Sofyan Tsauri Kamis, (21/9).
Perjalanan hidup Prof Khamdan sampai menjadi Guru Besar ternyata penuh liku. Waktu kecil menjadi anak yang sehari-hari angon bebek. Menginjak remaja menjadi kuli bangunan bahkan saat kuliah kerja membantu cucu piring sebuah warung. Hingga akhirnya bisa melanjutkan S2 di Universitas Air Langga dan S3 di Pascasarjana FISIP Universitas Jember. Yang terbaru menjadi Guru Besar Ilmu Ekonomi yang memang digeutinya di dunia akademis selama ini.
Khamdan Rifa’i, SE.,M.Si, lahir dari pasangan Salah satu Tokoh NU di Dusun Tembakur, desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi; Nuruddin Cokro Dimejo (Almh) dan Iftitasus Sarirohmah (Almh). Anak ketujuh dari tujuh bersaudara ini sejak kecil di didik ala pesantren. Rrumahnya memang dekat dengan Pesantren Nailul Marom. Pesantren itu sekraang suda tidak ada karena satu hal dan berbagai sebab.
Waktu kelas 3 Madrasah Ibtida’yah (MI) sampai tamat SLTP Maarif sudah terbiasa dan akrab dengan hewan piaraan. Yaitu Bebek. Pasanya, Nuruddin Cokro Dimejo waktu itu memang memiliki budi daya bebek untuk diambil telornya. “Bebek itu saya angon (arak) di persawahan setelah sepulang sekolah. Itu sudah menjadi menu sehari-hari,” Kata Prof Dr Khamdan. Dia mengaku mengikuti kearah sang bebek mencari makan di persawahan.
Waktu di SMP Ma’arif, Prof Khamdan seminggu sekali bersama Kakaknya, Muhtaris (sekarang Ketua Poliklinik UNEJ) selalu setor gula merah di Kecamatan Bangorejo dengan naik sepeda Pancal. Jarak rumah dengan Juragan Gula kurang lebih 15 Km. Ini menu lain Prof Khamdan setelah menginjak remaja.
Magister Ekonomi Universitas Airlangga ini sudah terbiasa dengan kehidupan kerja keras. Sudah terbiasa tidak tidur siang. Disela sela angon bebek dan seminggu sekali setor gula, Prof Khamdan juga kadang cari rumput untuk kerbau. Ayahnya, disamping petani, juga memelihara hewan sekedar untuk nyambung kebutuhan anak anaknya. Disiplin dan kerja keras adalah bagian dari hidupnya.
Setamat SMP Ma’arif melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 2 Genteng. Setamat SMA, Prof Khamdan pergi ke Bali untuk belajar Bahas Inggris sekitar setahun. “Saat belajar bahasa Inggris, saya punya pengalaman yang tak bisa dilupakan dalam hidup, saat itu saya kehabisan uang dan merasa malu untuk minta kepada keluarga,” ujarnya.
Saat itu, Prof Khamdan memutuskan untuk sambil bekerja di sebuah proyek pembangunan hotel di kawasan Pantai Kuta. Minggu pertama dia turut angkut angkut asbes dan semen, sungguh luar biasa. “Selama hidup saya tak merasakan yang namanya angkat asbes dan semen dikepak ditaruh di atas kepala,” ujarnya.
Namun, dia tertantang dengan gadis Bali yang biasa menyunggi barang dengan kapalanya Saat di Bali dia sering lihat Gadis Bali nyunggi barang, maka dia merasa malu jika tidak bisa melakukan apa yang dilakukan gadis Bali. “Wanita saja bisa, aku laki laki juga harus bisa,” ujarnya, dalam hati.
Saat menjadi kuli bangunan ini merupakan titik nol dalam hidupnya. Dia hanya mampu bertahan menjadi kuli bangunan 3 minggu. Akhirnya dia dipindah dibagian penerimaan material pembangunan Hotel. Nah, saat dibagian ini dia manfaatkan pengelamnanya untuk mendalami ilmu administrasi pergudangan. Dia bekerja mulai jam 7.30 sd jam 14.30. Setelah itu lembur di malam hari untuk menambah isi kantong.
Saat lembur inilah ia manfaatkan untuk belajar nyopir truck. Untuk melansir material dipindah ke tempat tukang bekerja. Saat itu kadang sopir truk tidak ada. Kemudian dia mencoba untuk menjalankannya. “Lama-lama saya bisa menjalankan truck,” ugkapnya.
Disamping pengalaman pahit, ada pengalaman yang mungkin membuatnya lega, dia dan beberapa teman satu proyek menginiasi mendirikan musholla. Hal ini dilakukan karena setiap Jumat hampir tidak ada teman-temannya yang menunaikan Ibadah sholat Jumat. Singkat cerita, berdirilah Mushola di tengah bangunan proyek itu. Nah, saat itu Khamdan didaullat untuk pertamakalinya menjadi Khotib Jumat.
Selesai bekerja dibagian ini dia pulang untuk meneruskan keinginnanya untuk meneruskan belajar di sebuah perguruan tinggi Universitas Muhammadyah Jember (Unmuh) Jember. Nah, di kampus Unmuh Jember ini, Prof Khamdan banyak bergaul dengan banyak kalangan. Mulai dari kalangan NU, Muhamadiyah, Al Irsyad, Al Khoiriyat, Dewan Dakwah dll. Hal ini menjadikan anak ndeso ini mulai menemukan potensi dirinya
Setelah lulusa S1 dari unmuh Jember, Prof Khamdan diterima menjadi dosen STAIN Jember (kini UIN KHAS Jember, Red). Saat menjadi dosen Prof Khamdan melanjutkan S2 di Ilmu Manajemen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dengan beasiswa dari Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia). Beasiswa tiap bulan tidak dihabiskan. Dia pakai secukupnya dan sisanya ditabung yang kemudian dia belikan rumah mungil di Perumahan Tegal Permai 1 Blok AA, 14
Dalam menjalani hidup, kata Ayah dari Hanif Murnia Atma ini, tidak pernah neko-neko”Saya jalani apa yang menjadi tugasnya dengan tetap menjaga harmoni dengan sahabat kerja, pekerjaan segera lakukan, jangan ditunda-tunda,” ujarnya.
Prof Khamdan mengusung motto hidupnya adalah Ojo Dumeh dan Empan Papan. Motto ini sangat mempengaruhi dalam hidup, karir dan pergaulan sehari-hari. “Ojo Dumeh, itu artinya jangan Anggak (tinggi hati, red). jangan rumongso iso, kudu iso rumongso (jangan mentang mentang pejabat, kaya, pinter lalu merendahkan kepada sesamA). Empan Papan, bisa membawa dan menempatkan diri di mana kita bergaul dan berada.
Setelah diberi amanah menjadi wakil dekan III FEBI UIN KHAS Jember, Mulai 18 April 2018 diberi amanah menjadi Dekan FEBI UIN KHAS Jember dan akan berakhir 1 Oktober 2023. “Dalam bekerja saya selalu melibatkan semua unsur SDM. Semua pihak bisa ambil peran sesuai dengan tupoksinya, berkaryalah dengan Bismillah, bisa menjadi teladan dan membiasakan yang baik untuk lingkungan kerja. Dengan semangat kerja sama, saya yakin usaha untuk membawa kampus lebih maju, insha Alloh akan tercapai,” pungkasnya. (wahyu)