Jember. SEKARKIJANG.JEMBER- Saat ini mie masih menjadi salah satu primadona makanan pokok masyarakat Indonesia. Menurut statsistik konsumsi pangan tahun 2023 oleh BPS, konsumsi mie basah mencapai 27,65 porsi/kapita/tahun meningkat 2,03% disbanding tahun 2022. Konsumsi mie basah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mie instan yaitu sebesar 4,95 porsi/kapita/tahun di tahun 2023. Mie basah disajikan untuk berbagai hidangan seperti mie goreng, mie bakso, mie rebus dan sebagainya.
Saat ini mie merupakan makanan sumber karbohidrat dengan kandungan sebesar 14%, selain itu juga mie mengandung protein sebesar 0,6%, lemak 3,3% dan serat 0,1%. Kandungan serat sebesar 0,1% sangat jauh dari kebutuhan serat harian masyarakat laki-laki atau wanita dewasa kisaran 25-37 gram/hari. Oleh karena itu, diperlukan reformulasi pada pembuatan produk mie basah dengan menambahkan bahan pangan yang mengandung tinggi serat. Serat pangan sangat dibutuhkan oleh tubuh kita dengan berbagai manfaat yang didapatkan yaitu dapat memperlancar pencernaan, mencegah obesitas, penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, hiperkolesterol dan kanker kolon.
Huda Oktafa, M.P selaku dosen beserta mahasiswa Nur Aliva dan Fitriana F. Y di Program Studi Gizi Klinik, Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Jember (POLIJE), melakukan penelitian dalam pembuatan mie basah dengan menambahkan tepung kulit pisang Agung dan pisang Raja untuk meningkatkan kandungan serat dalam produk mie basah. Penggunaan kulit pisang sebagai bahan substitusi pembuatan mie akan meningkatkan nilai ekonomis kulit pisang yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai pupuk alami atau bahkan terbuang begitu saja sebagai limbah.
Pembuatan tepung kulit pisang dilakukan dengan merendam potongan kulit dengan sodium bisulfit dilanjutkan dengan pengukusan selama 5-10 menit. Selanjutnya kulit pisang dikeringkan dengan alat pengering dan dihancurkan menjadi bentuk tepung. Hasil produk mie basah paling baik didapat dengan penggunaan tepung kulit pisang dengan perbandingan tepung terigu : tepung kulit pisang sebesar 7:3. Nilai kandungan serat meningkat secara signifikan menjadi 7,4% (tepung kulit pisang Raja) dan 3,2% (tepung kulit pisang Agung), jika dibandingkan dengan mie basah tanpa adanya tambahan tepung kulit pisang yang hanya 0,1% saja. Hal tersebut dapat diartikan telah terjadi kenaikan puluhan kali lipat dari kandungan serat mie basah pada umumnya. Secara sensoris kualitas mie kulit pisang Raja maupun pisang Agung masih cukup baik dan bertekstur kenyal. Warna yang dihasilkan agak kecoklatan akibat dari warna dasar coklat dari tepung kulit pisang. Secara umum hasil pengujian daya penerimaan menunjukkan bahwa panelis menyukai karakteristik sensoris dari mie basah dari segi warna, aroma, rasa maupun tekstur mie basah.
Konsumsi mie basah kulit pisang Raja sebanyak satu porsi penyajian (200 gram) dapat memenuhi kebutuhan serat harian sebesar 50% dengan asumsi berat badan 60-70 kg. Jadi konsumsi mie basah tepung kulit pisang sebanyak 2 porsi dalam sehari sudah dapat memenuhi kebutuhan asupan serat harian. Oleh karena itu, inovasi ini dapat menjadi salah satu alternatif solusi untuk meningkatkan asupah serat harian masyarakat Indonesia (Wahyu).